TIDAK diragukan lagi, Jepang termasuk salah satu negara maju di Asia. Sejak Perang Dunia II, perlahan Jepang bangkit dan memulai kehidupan yang baru. Bagaikan bunga yang bermekaran di musim semi setelah musim dingin berlalu, negara yang kalah perang justru berubah 180 derajat, menjadi negara maju yang bersaing dengan Amerika dan telah menjadi salah satu tempat rujukan pendidikan oleh banyak negara di dunia.
Salah satu rahasia bangsa Jepang menjadi negara maju adalah budaya membaca. Saya sampai kagum dengan bangsa ini karena rajin membaca dan haus ilmu. kata ‘Iqro’ tidak hanya berlaku di Timur Tengah saja, di seluruh dunia juga berlaku, termasuk Amerika dan Jepang, meski ditafsirkan dengan bahasa negara mereka masing masing. Rakyat di Negeri Sakura ini sudah terbiasa membaca, tidak hanya buku pelajaran, mereka suka membaca peristiwa di alam sekitar untuk dijadikan pelajaran. Gempa bumi dahsyat yang terjadi di Kobe tahun 1995 telah memberikan banyak pelajaran berharga soal penyelamatan diri dari bencana. Dan sekarang pelajaran tentang bencana alam termasuk penyelamatan diri dari gempa bumi telah diajarkan pada seluruh masyarakat di Jepang, bahkan dimulai dari TK sekalipun.
Namanya aja budaya, ya tidak terbentuk setahun-dua tahun, budaya terbentuk setelah melalui proses panjang selama puluhan tahun, bahkan sampai ratusan tahun. Sebelum dikenalnya huruf Tionghoa yang bernama Kanji, rakyat Jepang biasa berkomunikasi dengan bahasa lisan. Pada abad ke-3 Masehi, orang Jepang mulai mengenal aksara Tionghoa berkat orang Korea yang sudah mengenal huruf kanji lebih dulu. Kemudian aksara Kanji ditulis dan dibaca orang Jepang dengan cara baca orang Tionghoa.
Namun, setelah lama dibaca, tetap saja orang Jepang mengalami kesulitan dalam membaca. Maklum, aksara Kanji memang khusus diciptakan oleh orang Tionghoa. Namun orang Jepang tidak kehabisan akal. Mereka menemukan cara membaca aksara kanji yang disebut man’yogana dengan menggunakan aksara kanji untuk melambangkan huruf, yang kemudian berkembang menjadi dua set huruf kana, yaitu hiragana dan katakana. Kedua set huruf tersebut diciptakan oleh biksu Buddha untuk memudahkan orang Jepang dalam membaca huruf Kanji.
Setelah menciptakan kedua set huruf kana, peranan Kanji dalam bahasa Jepang tidak hilang, hanya saja digeser penggunaannya, yaitu untuk melambangkan arti dan obyek. Dalam penggunaan di masa sekarang, huruf hiragana digunakan untuk menulis kata-kata dalam bahasa Jepang dan serapan dari bahasa Tionghoa, sedangkan katakana ditulis untuk kata-kata serapan dari bahasa asing. Sejak saat itulah, di zaman Heian, dimana pengaruh kebudayaan Tionghoa telah mencapai puncaknya, orang Jepang mulai menulis dan membaca huruf Jepang, dan hal ini dilakukan secara turun-menurun.
Nah, rasa keingintahuan orang Jepang tidak berhenti sampai di sini. Pada zaman Meiji, orang-orang Jepang banyak yang dikirim ke luar negeri untuk mempelajari ilmu di berbagai bidang, kemudian ilmu tersebut dikembangkan di Jepang. Tidak hanya itu, mereka juga mempelajari kekurangan produk teknologi, yang kemudian diperbaiki dan disempurnakan lagi produknya, menggunakan metode yang disebut kaizen. Sebagai hasilnya, negara Jepang berubah menjadi negara maju, dan banyak produk Jepang yang sukses dipasarkan ke pasar Internasional, tak terkecuali di negara kita.
Nah, inilah rahasia bangsa Jepang menjadi bangsa yang rajin membaca. Karakter yang diwariskan secara turun-menurun menjadi faktor yang mendorong orang Jepang untuk gemar membaca sampai saat ini. Mereka juga mau belajar dari sejarah negara mereka, sehingga mereka lebih banyak mengambil pelajaran berharga. Tak heran, kalau kita sebagai bangsa yang sedang berkembang perlu mengambil teladan yang baik dari negara Tahta Bunga Krisan ini.
0 Response to "Budaya Membaca Bangsa Jepang"
Post a Comment